Sabtu, 16 Juni 2012

KONSEP BAGI HASIL PERHITUNGAN PENDANAAN


BAB I
PENDAHULUAN
Setiap produk syariah dapat dimanfaatkan untuk penggalangan dana maupun penyaluran dana. Namun, tidak semua produk tersebut berpungsi dari dua hal tersebut, ada akat atau produk yang hanya difungsikan untuk penggalangan dana dan ada juga produk yang hanya difungsikan dalam pembiayaan. Misalnya pemanfaatan akad mudharobah yang dapat dipakai baik dalam pengumpulan dana( funding) maupun dalam penyaluran dana (financing). Dari segi funding akat mudharobah ini dapat berbentuk produk giro, tabungan dan/atau defosito (1,3,6,atau 12 bulan). Segi punding inilah yang akan muncul disisi kanan neraca bank, yakni disisi liabilities dalam bentuk dana pihak ketiga.
Sedangkan disisi pinancing, bank syariah menyalurkan dana-dana yang sudah dikumpulkan dari dana pihak ketiga tersebut keberbagai sector usaha dalam berbagai bentuk produk pembiayaan, seperti pembiayaan murabahah, ijarah, IMBT, salam, mudharabah dan lain-lain. Segi financing inilah yang akan muncul pada sisi kiri neraca bank, yakni sisi asset dalam bentuk earning assets. Earning assetsinilah yang akan menjadi sumber pendaoatan bank yang pada gilirannya akan dibagi hasilkan oleh bank kepda nasabah pihak ketiga (pemilik rekening giro, deposito, atau tabungan).







BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP BAGI HASIL PERHITUNGAN PENDANAAN

A.  JENIS PRINSIP DISTRIBUSI HASIL USAHA
Dalam perhitungan distribusi hasil usaha, ada dua hal yang sangat terkait yaitu sistem pencatatan administrasi bank syariah dan cara perhitungan bagi hasil itu sendiri, atas dua hal tersebut Dewan Syariah Nasional memberikan Fatwa sebagai acuan bank syariah. Fatwa DSN nomor 14/DSN-MUI/IX/2000 tentang Sistem Distribusi Hasil Usaha Dalam Lembaga Keuangan Syariah, yaiu fatwa yang berkaitan dengan cara pencatatan hasil usaha lembaga keuangan syariah diatur ketentuan (himpunan Fatwa DSN, edisi kedua) sebagai berikutPada prinsipnya lembaga keuangan syariah boleh menggunakan sistem accrual basis maupun cash basis dalam administrasi keuangan.
Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem accrual basis akan tetapi, dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (cash basis)Penetapan sistem yang dipilih harus disepakati dalam akad
 Dari Fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut sangat jelas bahwa bank syariah dalam mengadmnisitrasikan pendapatannya untuk kepentingan laporan keuangan dapat mempergunakan dasar accrual (accrual basis) tetapi pendapatan yang dibagikan kepada shaibul maal, atau pendapatan yang merupakan unsur distribusi hasil usaha adalah pendapatan yang benar-benar diterima oleh bank syariah secara kas (cash basis). Dengan adanya asumsi dasar akrual untuk laporan keuangan bank syariah dan asumsi dasar kas untuk pembagian hasil usaha maka bank syariah harus membuat catatan yang dapat membedakan pendapatan yang dasar akrual pendapatan dasar kas, serta pencatatan yang dapat menggambarkan pemindahan dari pendapatan dasar akrual ke pendapatan dasar kas.
Sedangkan Fatwa DSN nomor 15/DSN-MUI/IX/2000 tanggal 16 September 2000 tentang prinsip distribusi hasil usaga, yaitu fatwa yang berkaitan dengan distribusi usaha (Himpunan Fatwa DSN, Edisi kedua, sebagai berikut.
Pada dasarnya LKS boleh menggunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) dalam bagi hasil usaha dengan mitra (nasabah)-nya
Dilihat dari segi kemaslahatan (al-ashlah), distribusi hasil usaha sebaiknya digunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing).
Penetapan prinsip distribusi hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad.
Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan pendapat dari Syafi’I yang mengatakan bahwa mudharib tidak boleh mengunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu (nafkah). Pada prinsipnya, pendapatan atau keuntungan yang dibagikan kepada nasabah adalah pendapatan atau keuntungan yang berasal dari pengelolaan dana mudharabah saja. Apabila dana mudharabah lebih kecil dari jumlah penyaluran dana maka pendapatan atau keuntungan yang dibagikan kepada pemilik dana hanya seporsi dana mudharabah saja.Penetapan penggunaan prinsip distribusi hasil usaha, revenue sharing atau profit sharing, mempunyai implikasi yang berbeda dalam administrasi yang dilakukan oleh bank syariah.
B.   PRINSIP BAGI HASIL (Revenue Sharing)
Dari pengamatan yang dilakukan saat ini lembaga keuangan syariah, baik Bank Umum Syariah, Bank Konvensional yang mempunyai cabang Syariah, Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS), dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) di Indonesia, dalam melakukan distribusi hasil usaha antara shahibul maal dengan lembaga keuangan syariah sebagai mudharib asih mempergunakan prinsip bagi hasil (revenue sharing) belum ada yang mempergunakan metode pembagian laba (profit sharing).
Pendapatan Operasi Utama (angka 1) Pendapatan utama bank syariah adalah pendapatan dari penyaluran dana pada investasi yang dibenarkan syariah yaitu pendapatan penyaluran dana prinsip jual beli (murabahah, istishna, dan istishna parallel, salam, dan salam parallel). Pendapatan penyaluran dana dengan prinsip bagi hasil (pembiayaan mudharabah,pembiayaan musyarakah), pendapatan penyaluran dana dengan prinsip ujroh (ijarah dan ijarah muntahyya bittamlik), serta pendapatan penyaluran lain sesuai dengan prinsip syariah Hak pihak ketiga atas bagi hasil investasi tidak terikat (angka 2)
Merupakan porsi bagi hasil dari hasil usaha (pendapatan) yang diserahkan oleh bank syariah kepada pemilik dana mudharabah mutlaqah (investasi tidak terikat). Penentuan besarnya bagi hasil dari hasil usaha (pendapatan) yang diserahkan kepada pemilik dana investasi tidak terikat tersebut dilakukan dalam perhitungan distribusi hasil usaha yang sering disebut dengan profit distribution. Pendapatan operasi lainnya (angka 3) Pada praktiknya dalam penyaluran dana bank syariah mengenakan fee administrasi atas penyauran tersebut yang besarnya disepakati antara bank sebagai pemilik dana dan debitur sebagai pengelola dana (mudharib).
 Oleh bank syariah pendapatan fee administrasi menadi milik bank sendiri karena pendapatan tersebut merupakan upah administrasi yang dilakukan oleh bank syariah sehingga pendapatan tersebut bukan sebagai unsure distribusi hasil usaha.

C.   PRINSIP BAGI UNTUNG (PROFIT SHARING)
Penerapan distribusi hasil usaha dengan prinsip bagi untung (profit sharing) bukanlah hal yang mudah, karena dalam pelaksanaan perlu adanya kesiapan semua pihak. Pihak deposan harus siap menerima bagian kerugian apabila dalam pengelolaan dana mudharabah mengalami kerugian yang bukan akibat dari kelalaian mudharib sehingga uang yang diinvestasikan pada bank syariah menjadi berkurang.
Dalam hal bank syariah menerapkan pembagian hasil usaha dengan prinsip bagi untung (profit sharing) merupakan keharusan yang mutlak bagi para pengelola bank syariah untuk meneladani sifat Rasul (siddiq).
Apabila bank syariah menerpakan bagi hasil usaha berdasarkan prinsip bagi untung (profit sharing), bank syariah harus membuat dua laporan laba rugi yang terpisah,yaitu laporan laba rugi bank sebagai institusi keuangan sendiri dan laporan pengelolaan dana mudharabah dimana bank sebagai mudharib (pengelola dana).
Lembaga keuangan syariah Indonesia belum ada yang menjalankan prinsip bagi utang (loss sharing), hal ini disebabkan tidaklah mudah dalam menentukan beban-beban yang akan dikurangkan dari pendapatan pengelolaan dana mudharabah. Dalam menentukan beban-beban tersebut sangat diperlukan kejujuran, keterbukaan/transparansi, dan tertib

administrasi dari lembaga keuangan syariah tersebut.Laporan hasil usaha mudharabah (bank sebagai mudharib) Laporan hasil usaha mudharabah ini dibuat sebagai pertanggungan bank syariah dalam mengelola dana mudharabah mutlaqah yang telah dipercayakan shaibul maal keada bank syariah sebagai mudharib. Beban mudharabah (angka 2)Dalam pembagian hasil usaha dengan prinsip bagi untung (profit sharing), bank syariah harus dapat memisahkan beban yang menjadi tanggungan bank syariah sendiri dan beban yang akan dibebankan pada pengelola dana mudharbah.Laba/rugi mudharabah (angka 3)Pendapatan operasi utama dikurangi dengan beban mudharabah inilah yang akan menghasilkan laba atau rugi. Jika dalam pengelolaan mudharabah tersebut mendapatkan keuntungam (laba) maka laba inilah yang akan dibagi hasilkan dengan pemilik dana.
Penentuan beban ini merupakan unsur distribusi hasil usaha apabila bank syariah mempergunakan prinsip distribusi hasil usaha adalah pembagian laba/profit sharing, karena dalam prinsip ini hasil usaha yang akan dibagikan antara mudharib dan shaibul maal adalah merupakan keuntungan yang diperoleh yaitu pendapatan pengelolaan dana mudharabah dikurangi dengan beban-beban yang dikeluarkan sehubungan dengan pengelolaan dana mudharabah. Dalam prinsip ini, tida ada pembagian krugian (loss sharing) antara mudharib dan shaibul maal karena sesuai dengan prinsip mudharabah, apabila terjadi kerugian bukan kelalaian dari mudharib maka kerugian tersebut ditanggung oleh shaibul maal.
Semua beban dana mudharabah yang dikeluarkan sehubungan dengan pengelolaan dana mudharabah tersebut, termasuk beban tenaga kerja, beban umum dan administrasi dan beban ain-lainnya. Sedangkan apabila bank syariah mempergunakan prinsip distribusi hasil usaha dengan pembagian hasil (revenue sharing) tanggungan bank syariah sendiri sehingga tidak diperhitungkan dalam unsur distribusi hasil usaha.Besaran Kontribusi Investasi (pembobotan sumber dana) Adalah suatu jumalh atau prosentase yang diputuskan oleh bank sebagai suatu landasan besarnya dana yang dapat diinvestasikan dari masing-masing investasi. Jika bank memutuskan bahwa dana untuk investasi adalah 80% maka 20% digunakan untuk kepentingan likuditas bank atau bank menetapkan dana yang dapat diinvestasikan hanya sebesar 95% dan 5% tidak dapat diinvestasikan karena harus disimpan pada Bank Indonesia dalam bentuk Giro Wajib Minimum.



Pada awal berdirinya bank umum syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, perhitungan distribusi hasil usaha dilakuakan dengan memberikan pembobotan, bank syariah memberikan bobot terhadap sumber dana yang dipergunakan dalam penyaluran dana oleh bank syariah misalnya sumber dana dari giro wadiah diberi bobot 0,70 untuk tabungan diberi bobot 0,45 untuk deposito 3 bulan 0,80 dan untuk deposito 12 bulan diberi bobot 1 dan seterusnya.
Lebih jauh lagi ada bank syariah yang memberikan bobot investasi terhadap masing-masing kelompok dana misalnya tabungan mudharabah diberi bobot 0,7 deposito mudharabah 1 bulan diberi bobot 0,65 deposito mudharabah 3 bualn diberi bobot 0,66 dan sebagainya. Pembobotan terhadap sumber dana yang dapat diinvestasikan untuk jangka waktu yang lama seperti deposito mdharabah 1 tahu diberi bobot 1.
D.    SUMBER DANA
Ada beberapa jenis sumber dana yang diikusertakan dalam perhitungan distribusi hasil usaha dari pendanaan bank syariah, yaitu :Dana prisip mudharabah mutlaqah saja Sesuai prinsipnya, pendapatan yang dibagihasilkanadalah pendapatan yang berasal dari pengelolaan dana mudharabah mutlaqah. Oleh karena itu, bank syariah memberikan prioritas bahwa sumber dana atas penyakuran yang dilakuakan oleh bank syariah diambil dari dana mudharabah mutlaqah setelah terpenuhi baru mengambil sumber dana lain seperti dana prinsip wadiah dan modal.
Apabila bank syariah memberikan prioritas sumber dana dengan prinsip mudharabah yang diutamakan dalam penyaluran maka untuk menetukan berapa pendapatan yang dibagikan hanya seporsi dana mudharabah yang dihimpun saja. Dalam metode ini, apabila sumber dana lebih kecil atau sama dengan jumlah penyalurannya tidak mempunyai pengaruh dalam penentuan pendepatan, tetapi apabila dana mudharabah yang dihimpun jauh lebih besar dari penyalurannya maka semua pendapatan yang diperoleh dari penyaluran semua dibagikan dalam pembagian hasil usaha.
Total sumber dana pihak ketiga (prinsip wadiah dan mudharabah mutlaqah)
Dalam hal ini, bank syariah menetapkan sumber dana yang diperhitungkan dalam pembagian hasil usaha adalah semua penghimpunan dana dari pihak ketiga yang meliputi penghimpunan dana dengan prinsip wadiah maupun dengan prinsip mudharabah mutlaqah. Perlu diingatkan bahwa walaupun prinsip wadiah dipergunakan sebagai sumber dana dalam perhitungan distribusi hasil usaha tetapi porsi pendapatan yang diperoleh dari dana prinsip wadiah tersebut menjadi milik bank syariah sepenuhnya.
Total sumber dana (prinsip wadiah dan prinsip mudharabah dan modal)
Metode lain penyaluran dana yang dilakukan oleh bank syariah didanai dari sumber dana yang ada pada bank tersebut yang telah dicampur menjadi satu (pooling fund), baik yang berasal dari pinsip mudharabah , prinsip wadiah, maupun yang berasal dari bagian modal bank syariah sendiri. Semua sumber dana yang dianggap mempunyai kontribusi dalam penyaluran dana sehingga dalam pembagian pendapatan dari penyaluran dana, sumber dana yang berasal dari prinsip wadiah dan sebagian modal yang harus dihitung. Apabila dan mudharabah mutlaqah lebih kecil dari jumlah penyaluran maka pendapatan yang dibagikan sama dengan metode prioritas butir 1 diatas, tetapi apabila jumlah dana mudharabah yang dihimpun lebih besar dari penyaluran yang dilkukan maka pendapatan yang dibagikan akan menjadi lebih kecil dari metode priortas butir 1.
 Yang menjadi masalah adalah berapa besarnya modal yang diikutsertakan sebagai sumber dana penyaluran bank syariah, karena secara teori modal bank diutamakan dopergunakan sebagai investasi aktiva tetap, bukan aktiva produktif.
Pembiayaan Mudharabah Istilah mudharabah merupakan istilah yang paling banyak digunakan oleh bank-bank islam. Mudharabah adalah perjanjian atas suatu jenis pengkongsian, dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan hasil usaha dibagikan sesuai dengan nisbah porsi bagi hasil yang telah disepakati bersama sejak awal maka kalau rugi shahibul maal akan kehilanagan sebagaian imbalan dari hasil kerja keras dan managerial skill selama proyek berlangsung.
 Mudharabah disebut juga qiradh yang berarti memutuskan. Dalam hal ini, si pemilik uang itu telah memutuskan untuk menyrahkan sebilangan uangnya untuk diperdagangkannya berupa barang-barang dan memutuskan sekalian sebagian dari keuntungannya bagi pihak kedua orang yang berakad qiradh ini.

Contoh mudharabah.
 Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pengusaha untuk diusahakan dalam lapangan perniagaan, perindustrian, dan sebagainya dengan dibagikan untuk kedua belah pihak menurut jumlah yang disetujui seperti 2 atau 3 atau 4 bagian.
Tujuan akad mudharabah adalah supaya ada kerjasama kemitraan antara pemilik harta (modal) yang tidak ada pengalaman dalam perniagaan/perusahaan atau tidak ada peluang untuk berusaha sendiri dalam lapangan perniagaan, perindustrian, dan sebaginya dengan orang berpengalaman dibidang tersebut tapi tidak punya modal. Ini merupakan suatu langkah untuk menghindari menyia-nyiakan modal pemilik harta dan menyianyiakan keahlian tenaga ahli yang tidak mempunyai modal untuk memanfaatkan keahlian mereka.Dilihat dari segi kuasa yang diberikan kepada pengusaha, mudharabah terbagi menjadi 2 jenis, yaitu :
Mudharabah Muthlaqah (investasi tidak terkait) yaitu pihak pengusaha diberi kuasa penuh untuk menjalankan proyek tanpa larangan atau gangguan apapun urusan yang berkaitan dengan proyek itu dan tidak terkait dengan waktu, tempt, jenis, perusahaan, dan pelanggan. Investasi tidak terkait ini pada usaha perbankan syariah diaplikasikan pada tabungan dan deposito. Investasi tidak terikat buakn merupakan kewajiban atau ekuitas bank, karena bank tidak berkewajiban mengembalikan dana tersebut apabila terjadi kerugian pengelolaan dana yang bukan disebabkan kelalaian atau kesalahan bank sebagai mudharib.
ΓΌ Investasi tidak terikat antara lain :
Tabungan mudharabah yaitu investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati.
Deposito mudharabah adalah investasi tidak terikat pihak ketiga pada bank syariah yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu dengan pembaguan hasil usaha sesuai dengan nisbah yang telah disepakati di muka antara nasabah dengan bank syariah yang bersangkutan.
mudharabah Muqaidah/muqayyadah (investasi terikat) yaitu pemilik dana (shahibul maal) membatasi/memberi syarat kepada mudharib dalam pengelolaan dana seperti misalnya hanya untuk melakukan mudharabah bidang tertentu, cara, waktu, dan tempat tertentu saja. Bank dilarang mencampukan rekening investasi terkait dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi. Bank dilarang untuk investasi dananya pada transaksi penjualan cicilan tanpa penjamin atau jaminan. Bank diharuskan melakukan investasi sendiri tidak melalui pihak ketiga. Jadi, dalam investasi terikat ini pada prinsipnya kedudukan bank sebagai agen saja dan atas kegiatannya tersebut bank menerima imbalan berupa fee.
Pola dalam investasi terikat dapat dilakukan dengan cara chanelling dan excecuting, yakni :chanelling, apabila semua resiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung risiko apapun executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung risiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam Akuntansi Perbankan Syariah diakomodir karena dalam praktiknya pola ini dijalankan oleh bank syariah.
Penghimpunan dana yang terkait dengan perhitungan distribusi hasil usaha adalah penghimpunan dana yang mempergunakan prinsip mudharabah yang diaplikasikan oleh bank syariah dalam produk deposito mudharabah dan tabungan mudharabah. Dalam penyaluran dana yang dilakuakan bank syariah, salah satu prinsipnya bagi hasil yaitu pembiayaan mudharabah dan pembiayaan musyarakah. Lain halnya kedudukan bank syariah sebagai agen dalam dana mudharabah.
Contoh :
Perhitungan bagi hasil individu rekening tabungan mudharabah dengan nisbah umum/normal pada perhitungan distribusi hasil usaha bulan april 2003 Tuan Abdul memiliki saldo rata-rata dalam rekeningnya sebesar Rp. 10.000.000 dan nisbah yang disepakati pada awal akad adalah 45% untuk Tn. Abdul dan 55% untuk bank syariah (mempergunakan nisbah umum) dari data tersebut bagi hasil yang diberikan kepada Tuan Abdul adalah sbb:
Perhitungan dengan rumus umum dan return dari kelomok dana adalah
bagi hasil = (SRIR x HBH x RHPD)/(365 x 100) = (10.000.000 x 30 x 4,10625)/(365 x 100) = 33.750 Jadi, bagi hasil yang menjadi hal Tuan Abdul adalah 33.750
Ket : SRIR : saldo rata-rata dari masing-masing individu rekening tabungan mudharabah
HBH : jumlah pembagian hasil usaha (sama dengan jumlah hari yang dipergunakan dalam perhitungan saldo rata-rata atau oerhitungan distribusi hasil usaha)
RHPD : return hasil usaha pemilik dana yang dihasilkan dari perhitungan distribusi hasil usaha bulan yang bersangkutan.Perhitungan bagi hasil individu rekening tabungan dengan nisbah khusus/special nisbah
Pada perhitungan distribusi hasil usaha bulan april 2003 Tuan zakaria memiliki saldo rata-rata dalam rekeningnya sebesar Rp 10.000.000 dan nisbah yang disepakati pada awal akad adalah 80% untuk Tuan Zakaria dan 20% untuk bank sedangkan nisbah umum yangt berlaku untuk tabungan mudharabah adalah 45% untuk Tuan Zakaria dan 55% untuk Bank syariah.
Perhitungan dengan rumus umum dari return kelompok dana untuk selisih antara nisbah yang disepakati dengan nisbah umum dilakukan secara prposional sehingga perhitungan bagi hasil yang menjadi hak Tuan Zakaria adalah :
Nisbah normal (45) Bagi hasil = (SRR x HBH x RHPD)/(365 x 100)  = (10.000.000 x 30 x 4,10625)/(365 x 100) = 33.750 TAMBAHAN NISBAH (35) = 80/20 x 33.750 = 26.250 Jumlah bagi hasil = 60.000
Tambahan bagi hasil dari nisbah tambahan sebsar Rp 26.250 menjadi tanggungan bank syarih sendiri dengan kata lain, adanay nisbah khusus ini hasil bank syariah akan menajdi kecil. Contoh perhitungan deposito mudharabah pembayaran bagi hasil yang dilakukan setiap ulang tanggal nvestasi
Pada tanggal 24 juni 2003 Tuang Akhamd memginvestasikan uangnya dalam bentuk deposito mudharabah sebesar Rp 5.000.000 untuk jangka waktu 1 bulan sengan nisbah 65 untuk Tuan Akhmad dan 35 untuk Bank syariah (nisbah normal). Bank mengambil kebijakan untuk membayarkan bagi hasil kepada deposan setiap ulang tanggal pembukaan investasi deposito mudharabah.
Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dengan rumus umum dengan return kelompok dana deposito mudharabah dan pembayaran bagi hasil dilkukan setiap tanggal mulai investasi (tanggal 24). Bagi hasil = (SRIR x HBH x RHPD)/(365 x 100) = (5.000.000 x 30 x 5,93125)/(365 x 100) = 24.375
Contoh perhitungan bagi hasil deposito pembayaran bagi hasil yang dibayarkan setiap akhit bulan dengan nisbah normal

Pada tanggal 24 juni 2003 Tuang Akhamd memginvestasikan uangnya dalam bentuk deposito mudharabah sebesar Rp 5.000.000 untuk jangka waktu 1 bulan sengan nisbah 65 untuk Tuan Akhmad dan 35 untuk Bank syariah (nisbah normal). Bank mengambil kebijakan untuk membayarkan bagi hasil kepada deposan setiap akhir bulan sesuai dengan jumlah harinya.
Perhitungan bagi hasil deposito mudharabah dengan rumus umum dan return kelompok dana.
Bagi hasil = (SRIR x HBH x RHPD)/(365 x 100) = (5.000.000 X 6 X 5,932125)/(365 X 100) = 4.875 Contoh perhitungan bagi hasil deposito mudharabah , pembayaran bagi hasil dilakukan ulang tanggal atas deposan dengan special nisbah
Pada tanggal 24 juni 2003 Tuang Akhamd memginvestasikan uangnya dalam bentuk deposito mudharabah sebesar Rp 5.000.000 untuk jangka waktu 1 bulan dengan nisbah 90 untuk nasabah dan 10 untuk bank syariah sedangkan untuk nisbah umum adalah 65 untuk nasabah dan 35 untuk bank syariah. Bank mengambil kebijakan untuk membayarkan bagi hasil kepada deposan setiap ulang tanggal pembukaan investasi deposito mudharabah. Perhitungan dengan rumus umum dan return kelompok dana
Nibah normal (65) Bagi hasil = (SRIR x HBH x RHPD)/(365 x 100) = (5.000.000 x 30 x 5,93125)/(365 x 100) = 24.375 Special nisbah Nisbah tambahan = (90-65)/65 x 24.375 = 9.375 Jadi, jumlah nisbah bagi hasil yang diperoleh Tn. Akhamd sebesar Rp 33.750
Contoh
 perhitungan bagi hasil dari deposan yang memiliki special nisbah dan dibayarkan setiap akhir bulan  Pada tanggal 24 juni 2003 Tuang Akhamd memginvestasikan uangnya dalam bentuk deposito mudharabah sebesar Rp 5.000.000 untuk jangka waktu 1 bulan dengan nisbah 90 untuk nasabah dan 10 untuk bank syariah sedangkan untuk nisbah umum adalah 65 untuk nasabah dan 35 untuk bank syariah. Bank mengambil kebijakan untuk membayarkan bagi hasil kepada deposan setiap akhir bulan sesuai jumlah investasinya.
Perhitungan dengan rumus umum dan return kelompok dana
Nisbah normal (65) Bagi hasil = (SRIR x H BH x RHPD)/(365 x 100) = (5.000.000 x 6 x 5,931215)/(365 x 100) = 4.875 Selisih special nisbah dengan nisbah normal Nibah tambahan = (90-65)/65 x 4.875 = 1.875 Jadi, jumlah nisbah bagi hasil yang diperoleh Tn Akhmaf adlah Rp 6.750
E.    JENIS-JENIS PENYALURAN DANA
Penentuan jenis kelompok penyaluran yang dilakukan oleh bank syariah juga sangat berpengaruh terhadap pendapatannya yang dipergunakan sebagai unsur perhitungan distribusi hasil usaha  karena dari pendapatan dari kelompok penyaluran ini yang akan dibagihalikan.dalam penentuan jenis penyaluran yang dipergunakan sebagai unsur disrtibusi bagi hasil usaha oleh bank syariah juga belum ada keseragaman. Ada bank syariah yang membedakan “penyaluran utama” yaitu penyaluran dengan prinsip bagi hasil (pembiayaan mudharabah, pembiayaan musyarakah), penyaluran dengan prinsip jual beli (mudharabah, salam, dan salam paralel, istishna dan istishna paralel), dan penyaluran dana dengan prinsip ujaroh ( ijarah dan ijarah muntahiya bittamlik) dan penyaluran lainnya seperti pada sertifikat investasi mudharabah, sertifikat wadiah Bank Indonesia dan sejenisnya.
Kelompok lain bank syariah tidak lagi membedakan adanaya penyaluran utama dan penyaluran lainnya, karena bank syariah dalam penghimpunan dana dijadikan menjadi satu (pooling fund) sehingga tidak dapat dibedakan jelas dan tegas umber dana yang dipergunakan dan penyaluran yang mana yang pendapatannya harus dibagi hasilkan. Adapun jenis-jenis pembiayaan bank syariah antara lain Pembiayaan Modal Kerja Syariah secara umum, yang dimaksud bengan Pembiayaan Modal Kerja (PMK) syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasrkan prinsip-prinsip syariah. Jangka waktu pembiayaan modal kerja maksimum 1 tahun dan dapat diperpanjang sesuai dengan kebutuhan. Perpanjang pasilitas PKM dilakukan atas dasar hasil analisis terhadap debitur dan fasilitas pembiayaan secara keseluruhan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis pemberian pembiayaan antara lain:
a.      Jenis usaha
b.      Skala usaha
c.       Tingkat kesulitan usaha yang dujalankan
d.      Karakter transaksi dalam sektor usaha yang akan dibiayai
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah, jenis pembiayaan modal kerja dapat dibagi menjadi 5 macam, yakni :
a.      PKM Mudharabah
b.      PKM Istishna
c.       PKM Salam
d.      PKM Murabahah
e.       PKM Ijarah
Pembiayaan Investasi Syariah
Yang dimaksud dengan investasi adlah penanaman dana dengan maksud untuk memperoleh imbalan/mnfaat/keuntungan dikemudian hari.Dana yang ditanam dalam aktiva tetap seperti halnya dana yang diinvestasi taksiran kedalam aktiva lancar juga mengalami proses perputaran, walaupun secara konsepsional sebenarnya tidak ada perbedaaan antara investasi dalam aktiva tetap dengan investasi dalam aktiva lancar.
Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk :Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek/pabrik dalam rangka usaha baru. Rehabiltasi, yakni penggantian mesi/peralatan lama yang sudah rusak dengan mesin/peralatan baru yang lebih baik.
Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama dengan mesin/peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik/tinggi.
Ekspansi, yakni penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan mesin/peralatan baru dengan taknologi sama atau lebih baik/tinggi.
Relokasi proyek yang sudah ada, yakni pemindahan lokasi proyekpabrik secara keseluruhan (termasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium, dan gudang) dari suatu tempat ke tempat lain yang lokasinya lebih tepat/baik.
Pada dasarnya dalam penilaian usulan investasi itu diperlukan suatu dasar pembahasan karena :
Investasi itu dilakukan dengan mengguankan dana yang terbatas sumbernya.Agar penggunaan dana yang langkasumbernya tersebut dapat memberikan manfaat/imbalan/keuntungan yang sebaik-baiknya, perlupembahasan proyek investasi.
Maksud dari pembahsan proyek utama adalah menetapkan potensi penghasilan proyek, yaitu menilai apakah akan menghasilkan cukup dana untuk membayar kembali semua biaya modal dalam jangka waktu yang diminta dan selanjutnya proyek akan tetap hidup dan berkembang
Pembiayaan Konsumtif Syaraiah
Secara definitif, konsumsi adalah kebutuhan individu meliputi kebutuhan baik barang maupun jasa yang tidak dipergunakan untuk tujuan usaha. Dengan demikian yang dimaksud pembiayaan konsumtif adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan diluar usaha dan umumnya bersifat perorangan.


Menurut jenis akadnya dalam produk pembiayaan syariah, pembiayaan konumtif dapat dibagi menjadi 5 bagian, yaitu :
a.      Pembiayaan konsumen akad Mudharabah
b.      Pembiayaan konsumen akad IMBT
c.       Pembiayaan konsumen akad Ijarah
d.      Pembiayaan konsumen akad Isthisna
e.       Pembiayaan konsumen akad Qard + Ijarah
f.        Pembiayaan Sindikasi
Secara definitif, yang dimaksud dengan pembiayaan sindikasi adalah pembiayaan yang diberikan oleh lebih dari satu lembaga keuangan bank untuk satu objek penbiayaan tertentu. Pada umumnya, pembiayaan ini diberikan bank kepada nasabah korporasi yang memiliki nilai transaksi yang sanagt beasar.
Pembiayaan Berdasarkan Take Over
Dalam pembiayaan berdasarkan take over ini, bank syariah mengkalsifikasikan hutang nasbah kepada konvensional maenjadi 2 macam, yakni hutang pokok plus bunga dan hutang pokok saja.
Pembiayaan Latter Of Creadit
Secara definitif, yang dimaksud dengan pembiayaan Letter Of Creadit adalah pembiayaan yang diberikan dalam rangka memfasilitasi transaksi impor atau ekspor nasabah.
Nisbah KeuntunganProsentase
Nisbah keuntungan harus dinyatakan dalam bentuk prosentase antara kedua belah pihak dalam nilai nominal Rp tertentu. Jadi nisbah keuntungan itu misalnya 50:50, 70:30, atau 60:40 bahkan 99:19. Jadi nisbah keuntungan ditentukan berdasarkan kesepakatan, bukan berdasarkan porsi setoran modal; tentu dapat saja bila disepakati ditentukan nisbah keuntungan sebesar porsi setoran modal. Nisbah keuntungan tidak boleh dinyatakan dalam bentuk nominal Rp tertentu, misalnya shahib al-maal mendapat Rp 50.000, mudharib mendapat Rp. 50.000.
Bagi Untung dan Bagi Rugi
Keuntungan diatas itu merupakan konsekunsi logis dari karakteristik akad mudharabah itu sendiri, yang tergolong kedalam kontrak investasi (natural uncertainty contracts). Dalam kontrak ini, returns dan timing cash flow kita tergantung pada kinerja sektor rillnya. Bila laba bisnisnya besar, kedua belah pihak mendapat bagian yang besar pula. Bila laba bisnisnya kecil, mereka mendapat bagian yang kecil juga. Namun bila akad mudharabah ini mendapatkan kerugian, pembagian kerugian itu bukan didasarkan atas nisbah, tetapi berdasarkan porsi modal masing-masing pihak Jaminan
Pembagian kerugian seperti diatas hanya berlaku bila kerugian terjadi hanya murni diakibatkan pleh risiko bisnis (business risk), bukan karena risiko karakter bruk mudharib (character risk).
Sedangkan untuk character risk mudharib pada hakikatnya menjadi wakil dari shahibul maal dalam mengelola dana dengan seizin shahibul maal, sehingga wajiblah baginya berlaku amanah. Jika mudharib melakukan keteledoran, kelalaian, kecerobohan dalam merawat dan menjaga dana maka mudharib tersebut harus menaggung kerugian mudharabah sebesar bagian kelalaian sebagai sanksi dan tanggung jawabnya.
untuk menghindari adanayamoral hazard dari pihak mudharaib yang lalai atau menyalahi kontrak ini, maka shahib al-maal dibolehkan meminta jaminan tertentu kepada mudharib. Jaminan ini akan disita oleh shahib al-maal jika ternyata timbul kerugian karena mudharib melakukan kesalahan yakni lalai dan/atau inkar janji. Jadi tujuan penggenaan jaminan dalam akad mudharabah adalah untuk menghindari moral hazard mudharib, bukan untuk mengamankan nilai investasi jika mengalami kerugian karena faktor risiko bisnis. Tegasnya, jika kerugian yang timbul disebabkan karena faktor risiko bisnis, jamonan mudharib tidak dapat disita oleh shahib al-maal.
Menentukan Besarnya Nisbah
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil tawar-menawar antara shahib al-maal dengan mudharaib. Dengan demikian, angka nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, bahkan 99:19. Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan.
Dalam praktiknya diperbankan modern, tawar-menawar nisbah antara pemilik mdal (yakni investor atau deposan) dengan bank syariah hanya terjadi bagi deposan/investor dengan jumlah besar, karena merka ini memiliki daya tawar yang relatif tinggi. Kondisi ini disebut sebagai sepecial nisbah. Sedangkan untuk nasabah deposan kecil, bisanya tawar-menawar tidak terjadi. Bank syariah hanyan mencantumkan nisbah yang ditawarkan, setelah itu deposan boleh setuju boleh tidak. Jika setuju maka ia akan melanjutkan menabung. Bila tidak setuju, ia dipersilahkan mencari bank syariah lain yang menawarkan nisbah yang lebih menarik.
Cara menyelesaikan kerugian
Jika terjadi kerugian, cara menyelesaikannya adalah :Diambil terlebih dahulu dari keuntungan, karena keuntungan merupakan pelindung modal.Bila kerugian melebihi keuntungan, baru diambil dari pokok modal.Sistem perhitungan bagi hasil sisi pendanaan. Dari sudut pandang nasabah investor



Terdapat 3 skema aliran dana dari nasabah investor kepada bank, yakni sebagai berikut :

1. Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet
2. Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
3. Mudharabah Mutlaqah on Balance Sheet


Mudharabah Muqayyadah off Balance Sheet RIA off Balance Sheet
Dalam skema ini, aliran dana berasal dari suatu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan ( yang dalam bank konvensionaldisebut debitur ). Disini, bank syariah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya dibank syariah secara off balance sheet. Bagi hasil hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Bagi hasil tergantung kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank hanya memperoleh arranger fee. Disebut mudharabah karena skemanya bagi hasil, muqqayadah karena ada pembatasan, yaitu hanya untuk pelaksana usaha tertentu dan off balance-sheet karena bank tidak dicatat dalam neraca bank. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut :

Contoh :
Pak Akbar menanamkan dananya di Bank Tabarru dalam bentuk depositomudharabah sebesar 500.000.000 denagn akad mudharabah muqayyadah untuk disalurkan dalam pembiayaan pertanian. Dari pembiayaan tersebut pendapatan yang dihasilkan adalah sebesar Rp. 2.500.000 maka berapakah pendapatan Pak Akbar dari dana yang ditanamkan di bank tersebut ? Nisbah bagi hasil untuk nasabah adalah 35 : 65 dan bobot adalah 0,85.

Jawab :
Dana nasabah : Rp 500.000.000
Dana yang dapat disalurkan : Rp 0.85 x 500.000.000= Rp 425.000.000
Dana Bank = 0
Pendapatan dari pembiayaan = Rp 2.500.000


Maka :

Pendapatan tiap 1000 dana nasabah :
Rasio dana terpakai x keuntungan x 1/(dana nasabah) x 1000
475.000.000/500.000.000 x 2.500.000 x 1/500.000.000 x 1000 = 4,5
Pendapatan yang akan diterima oleh nasabah :
= 4,5 x 35 % x 500.000.000/1000
= 787.500
Jadi pendapatan yang akan diterima oleh pak Akbar adalah sebesar Rp 787.500




Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet
RIA on Balance Sheet
Dalam skema ini aliran dana dapat terjadi dari suatu nasbah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sector terbatas, misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya hanya boleh dipaki untuk pembiayaan di sector pertambangan, property, dan pertanian. Selain berdasarkan sector, nasabah investor dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama, atau usaha saja. Skema ini membuat bank terlibat dalam mudharabah muqqayyadah on balance sheet. Disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca bank. Nisbah bagi hasil disepakati antara nasabah investor dan bank.
Contoh :
Pak Zubir menabung dalam bentuk giro di Bank “Manfaat” sejumlah Rp 80.000.000, dengan akad mudharabah muqayyadah on balance sheet. Bank menyalurkan dana pinjaman kepada nasabah senilai 100.000.000 dan oendaoatan yang dialokasikan untuk giro sensar 1.500.000. Jika nisbah bagi hasil antara nasbah dan bank adalah 60 : 40 maka berapakah nilai bagi hasil yang akan diterima oleh pak Zubir ?
Jawab ;
Dana nasabah investor = 80.000.000
Dan yang dapat disalurkan = 76.000.000 ( 0,95 x 80.000.000 )
Dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman = 100.000.000
Dana bank = 100.000.000 – 76.000.000 = 24.000.000
Pendapatan pembiayaan = 1.500.000
Maka,
Pendapatan per 1000 dana nasabah =
76.000.000/100.000.000 x 1.500.000 x 1/80.000.000 x1000 = 14,25
Bagi hasil yang akan diterima pak Zubir :
80.000.000/1000 x 14,25 x 40% = 456.000
Jadi bagi hasil yang akan diterima oleh oak Zubir sebesar Rp 456.000

Mudharabah Mutlaqah on Balance SheetRIA on Balance Sheet
Dalam skema ini, seluruh dana nasabah dari investor kepada bank dihunakan tanpa ada pembatasan tertentu pada pelaksanaan usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada bank syariah untuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad dan pelaksanaan usaha di seluruh sector.
Contoh :
Di bank ukhuah jumlah dana tabungan dengan akad mudharabah mutlaqah adalah sebesar Rp 250.000.000 dan bank menyalurkan pembiayaan sebesarRp 325.000.000. Pendapatan yang dihasilkan dari pembiayaan dan merupakan porsi untuk tabungan adalah sebesar Rp 5.000.000. dengan nisbah bagi hasil sebesar 60 : 30 bagi bank maka berapakah pendapatan yang akan diperoleh oleh pak Umar jika ia memiliki tabungan sebesar Rp 70.000.000. Bobot = 0,95.


Jawab :
Diketahui, dana nasabah investor : Rp 250.000.000
Dana yang dapat disalurkan = 250.000.000 x 0,95 = 237.500.000
Pembiayaan yang disalurkan = 325.000.000
Dan bank = 87.500.000
Pendapatan yang dihasilkan = 5.000.000
Maka :
Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah =
237.500.000/325.000.000 x 5.000.000 x 1/250.000.000 x 1000 = 14,62
Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah adalah = 14,62
Bagi pendapatan pak Umar adalah :
70.000.000/1000 x 14,62 x 60 % = 598,920
Jadi pendapatan pak Umar sebesar Rp 598,000

Dari Sudut Pandang Pihak Bank
Berbeda dengan perhitungan bagi hasil dilihat dari sudut pandang nasabah yang lebih terfokus pada perhitungan berapa bagi hasil yang akan didapatkan oleh nasabah. Pada sudut pandang pihak bank perhitungan bagi hasil ditunjukan juga untuk menentukan beberapa besaran nisbah bagi hasil dan alokasi bagi hasil yang akan dibagikan kepada nasabah.


Penentuan Tingkat Bobot
Yang dimaksud dengan bovot adalah tingkat persentase produk pendanaan yang dapat dimanfaatkan untuk dana pembiayaan. Dengan demikian tidak semua dana nasabah dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya tuntutan terlaksananya sistem prudential banking dan terpenuhinya kebutuhan tingkat liquiditas. Beberapa faktor yang menentukan tingkat bobot adalah :
Tingakt Giro Wajib Minimum yang ditetapkan oleh bank sentral. Untuk Indonesia BI menetapkan GWM bagi rupiah adalah 5% dan GWM bagi dollar adalah 3%. Besarnya cadangan dana yang dibutuhkanoleh bank untuk menjamin terlaksananya operasional perbankan sehingga bank akan menyimpan cadangan diatas kewajiban yang 5%. Tingkat besarnya dana-dana yang ditarik sector oleh nasabah atau investor (floating). Dalam bentuk equation, teknis perhitungan tingkat bobot dapat dituliskan sebagai berikut :
Semakin tingg tingkat bobot menunjukan semakin besar dana nasabah yang dapat digunakan sebagai dana pembiayaan. Demikian sebaliknya, semakin rendah tingkat bobot maka semakin kecil juga persentase dana yang dapat digunakan sebagai dana pembiayaan.
Besarnya tingkat Excess reserve dan Floating dipengaruhi oleh karakteristik dari setiap produk yang ada. Untuk produk yang memiliki tingkat trun over yang besar, maka biasanya bank akan menetapkan tingkat floating untuk jenis ini lenih tinggi dari produk lain yang memiliki trun over yang lebih kecil.





DAFTAR KEPUSTAKAAN

http://zani-zanizone.blogspot.com/2011/01/konsep-bagi-hasil-perhitungan-pendanaan.html
              Ir. Adi Warman A. Karim, S.E, MBA, M.A.E.P. (2010) Bank Islam (Analisis Fiqih dan  Keuangan). Pt Raja Grafindo Persada